Hukum Aqiqah: Sunnah Muakkadah dan Waktu Pelaksanaan Ideal

Ibu Nani

Aqiqah, sebuah sunnah muakkadah dalam Islam, merupakan ibadah yang dianjurkan dengan sangat kuat bagi orang tua yang dikaruniai seorang bayi. Meskipun tidak wajib seperti sholat lima waktu, meninggalkan aqiqah dianggap merugikan dan mengurangi pahala. Hukumnya yang sunnah muakkadah berarti meninggalkan amalan ini memiliki konsekuensi pahala yang berkurang, namun tidak sampai dihukumi dosa. Artikel ini akan membahas secara rinci hukum aqiqah sebagai sunnah muakkadah dan waktu pelaksanaan idealnya berdasarkan dalil-dalil dan pendapat para ulama.

Dalil-Dalil Hukum Aqiqah sebagai Sunnah Muakkadah

Hukum aqiqah sebagai sunnah muakkadah didasarkan pada beberapa hadits Nabi Muhammad SAW. Hadits-hadits ini menekankan pentingnya melaksanakan aqiqah dan menunjukan konsekuensi jika ditinggalkan, walau tidak sampai dihukumi haram. Berikut beberapa hadits yang menjadi landasan:

  • Hadits dari Ibnu Abbas RA: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan An-Nasa’i, bahwa Nabi SAW bersabda, “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan An-Nasa’i). Hadits ini menunjukkan anjuran kuat untuk melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh kelahiran. Kata "tergadai" di sini bukan berarti anak menjadi milik jin atau sesuatu hal mistis, tetapi lebih kepada ungkapan betapa pentingnya aqiqah sebagai bentuk syukur dan pembebasan dari kewajiban.

  • Hadits lain dari Ibnu Abbas RA: Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas RA meriwayatkan, “Nabi SAW memerintahkan untuk berkurban aqiqah bagi anak laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini menjelaskan jumlah hewan yang disembelih sesuai jenis kelamin bayi. Ini memperkuat anjuran melaksanakan aqiqah dan menunjukan detail teknisnya.

  • Hadits yang Menunjukkan Keutamaan Aqiqah: Beberapa hadits lain menunjukan keutamaan aqiqah, seperti peningkatan pahala dan sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas karunia seorang anak. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan hukuman, meninggalkan amalan yang sangat dianjurkan ini tentunya merugikan dari segi pahala.

Meskipun hadits-hadits di atas tidak secara langsung menyatakan hukuman bagi yang meninggalkan aqiqah, namun kesepakatan para ulama (ijma’) menetapkan aqiqah sebagai sunnah muakkadah. Sifatnya yang muakkadah menunjukkan bahwa amalan ini sangat dianjurkan dan meninggalkannya memiliki konsekuensi negatif dari segi pahala dan kedekatan dengan Allah SWT.

Waktu Pelaksanaan Aqiqah yang Ideal: Hari Ketujuh

Hadits dari Ibnu Abbas RA yang telah disebutkan di atas menyebutkan waktu ideal pelaksanaan aqiqah adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Angka tujuh ini memiliki makna tersendiri dalam Islam, dan hari ketujuh sering kali menjadi hari penting dalam beberapa ritual keagamaan.

Namun, kenyataannya pelaksanaan aqiqah tidak harus tepat pada hari ke-tujuh. Jika terhalang oleh kendala tertentu, aqiqah masih bisa dilakukan pada hari-hari selanjutnya. Beberapa pendapat ulama menyebutkan batas waktu pelaksanaan aqiqah hingga usia bayi mencapai 14 hari.

Keutamaan pelaksanaan aqiqah pada hari ketujuh bukan berarti aqiqah yang dilakukan setelah hari ketujuh menjadi tidak sah atau tidak bernilai pahala. Yang terpenting adalah niat dan kesungguhan dalam melaksanakan aqiqah. Jika karena keterbatasan waktu, biaya, atau kondisi tertentu, aqiqah bisa dilakukan setelah hari ketujuh, bahkan setelah bayi tumbuh dewasa. Akan tetapi, semakin cepat aqiqah dilakukan, semakin baik.

Hewan Kurban untuk Aqiqah: Jenis dan Jumlah

Jenis hewan kurban untuk aqiqah adalah kambing atau domba. Jumlahnya berbeda tergantung jenis kelamin bayi:

  • Anak Laki-laki: Dua ekor kambing atau domba.
  • Anak Perempuan: Seekor kambing atau domba.

Jika orang tua mampu, mereka boleh menyembelih lebih dari jumlah tersebut. Ini merupakan bentuk ibadah sunnah yang semakin menambah pahala. Hewan yang disembelih haruslah memenuhi syarat sebagai hewan kurban, yaitu sehat, cukup umur, dan tidak cacat.

Tata Cara Pelaksanaan Aqiqah

Setelah memilih hewan kurban yang sesuai, proses aqiqah dapat dimulai. Tata cara pelaksanaan aqiqah meliputi beberapa langkah:

  1. Niat: Niatkan ibadah aqiqah semata-mata karena Allah SWT.
  2. Pemilihan Hewan: Pilih hewan kurban yang sesuai syarat.
  3. Penyembelihan: Sembelih hewan kurban dengan cara yang sesuai syariat Islam. Pemotongan harus dilakukan oleh orang yang ahli dan memahami tata cara penyembelihan hewan kurban.
  4. Pembagian Daging: Daging aqiqah dibagikan kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan orang miskin. Sebagian daging juga boleh dimakan oleh keluarga yang mengadakan aqiqah.
  5. Mencukur Rambut Bayi: Setelah penyembelihan, rambut bayi dicukur. Berat rambut bayi kemudian ditimbang dan diganti dengan sedekah berupa uang senilai berat rambut tersebut. Uang sedekah tersebut digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat, seperti sedekah kepada fakir miskin atau untuk kepentingan masjid.
  6. Memberi Nama: Memberi nama bayi dengan nama yang baik dan Islami.

Hikmah dan Manfaat Aqiqah

Aqiqah memiliki banyak hikmah dan manfaat, baik secara spiritual maupun sosial:

  • Sebagai Syukur kepada Allah SWT: Aqiqah merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas karunia seorang anak yang sehat dan sempurna.
  • Membersihkan Diri dari Kewajiban: Sebagaimana hadits yang telah disebutkan sebelumnya, aqiqah dianggap sebagai bentuk “pembebasan” dari kewajiban terhadap anak.
  • Menyampaikan Cinta dan Syukur: Aqiqah menjadi bentuk ungkapan cinta dan syukur orang tua kepada anak.
  • Meningkatkan Ukhuwah Islamiyah: Pembagian daging aqiqah dapat mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah di lingkungan sekitar.
  • Membantu Kaum Dhuafa: Pembagian daging aqiqah kepada kaum dhuafa merupakan bentuk kepedulian sosial dan membantu meringankan beban mereka.

Aqiqah di Masa Modern: Adaptasi dan Kemudahan

Di era modern, pelaksanaan aqiqah dapat disesuaikan dengan kondisi dan keadaan masing-masing. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

  • Memilih jasa penyembelihan yang terpercaya: Jika tidak mampu menyembelih sendiri, gunakan jasa penyembelihan yang halal dan sesuai syariat.
  • Mengoptimalkan distribusi daging: Manfaatkan teknologi untuk memudahkan distribusi daging aqiqah, seperti bekerja sama dengan lembaga sosial atau yayasan amal.
  • Menggunakan media sosial untuk mengundang tamu: Gunakan media sosial untuk menyebarkan informasi pelaksanaan aqiqah dan mengundang tamu secara efisien.
  • Menyesuaikan biaya dengan kemampuan: Sesuaikan biaya pelaksanaan aqiqah dengan kemampuan ekonomi, jangan sampai berlebihan atau menimbulkan hutang. Yang penting adalah niat dan keikhlasan dalam melaksanakan ibadah ini.

Semoga penjelasan di atas dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai hukum aqiqah sebagai sunnah muakkadah dan waktu pelaksanaan idealnya. Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk melaksanakan aqiqah bagi anak-anak kita dengan sempurna dan ikhlas.

Also Read

Bagikan:

Tags