Aqiqah merupakan sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam yang dilakukan untuk memperingati kelahiran seorang anak. Hukumnya sendiri telah disepakati oleh mayoritas ulama sebagai sunnah, bukan fardhu (wajib). Namun, muncul perbedaan pendapat mengenai beberapa detail pelaksanaannya, termasuk pertanyaan mengenai aqiqah anak perempuan dua kali. Artikel ini akan membahas secara rinci berbagai pandangan ulama dan dalil yang mereka gunakan untuk mendukung pendapat mereka, serta memberikan pemahaman yang komprehensif tentang praktik ini.
1. Dalil-Dalil yang Mendasari Aqiqah
Sebelum membahas hukum aqiqah dua kali untuk anak perempuan, penting untuk memahami dalil-dalil yang mendasari pelaksanaan aqiqah secara umum. Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW menjadi rujukan utama. Di antara hadits yang paling sering dikutip adalah hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah yang berbunyi:
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, dan diberi nama serta dicukur rambutnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Hadits ini menjelaskan tiga hal penting dalam pelaksanaan aqiqah: penyembelihan hewan, penamaan, dan cukuran rambut. Meskipun hadits ini tidak secara eksplisit menyebutkan jumlah hewan yang harus disembelih, teksnya menekankan pentingnya pelaksanaan aqiqah sebagai bentuk syukur dan pembebasan dari “gadaian” bayi tersebut. Gadaian di sini dimaknai sebagai bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak, yang dibebaskan dengan pelaksanaan aqiqah.
Selain hadits di atas, beberapa hadits lain juga menjelaskan mengenai aqiqah, namun umumnya tidak memberikan detail spesifik mengenai perbedaan aqiqah anak laki-laki dan perempuan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama.
2. Pendapat Ulama Mengenai Jumlah Hewan Aqiqah
Perbedaan pendapat ulama mengenai aqiqah terutama muncul dalam hal jumlah hewan yang disembelih. Mayoritas ulama berpendapat bahwa aqiqah anak laki-laki adalah dua ekor kambing, sedangkan aqiqah anak perempuan adalah satu ekor kambing. Pendapat ini didasarkan pada riwayat yang menyebutkan perbedaan jumlah hewan qurban antara kambing dan domba pada ibadah kurban. Namun, tidak ada hadits yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan perbedaan jumlah hewan aqiqah antara anak laki-laki dan perempuan.
Pendapat ini didasarkan pada kaidah fiqih, bahwa bila ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu ibadah, maka laki-laki mendapatkan porsi yang lebih besar. Hal ini berdasarkan pada berbagai hadits dan ayat Al-Quran yang menunjukkan keutamaan laki-laki dalam beberapa hal. Namun, perlu diingat bahwa keutamaan laki-laki tidak berarti mengurangi kewajiban dan hak perempuan dalam Islam.
Beberapa ulama lain berpendapat bahwa aqiqah anak perempuan juga dua ekor kambing. Pendapat ini didasarkan pada prinsip kesetaraan gender dalam Islam, yang mana aqiqah merupakan bentuk syukur dan ibadah, sehingga tidak seharusnya ada perbedaan jumlah hewan yang disembelih berdasarkan jenis kelamin. Mereka berargumen bahwa hadits-hadits mengenai aqiqah tidak secara tegas membedakan jumlah hewan antara laki-laki dan perempuan.
3. Argumentasi Pendukung Aqiqah Anak Perempuan Satu Kambing
Pendukung pendapat aqiqah anak perempuan satu kambing umumnya berpegang teguh pada interpretasi hadits-hadits yang ada, serta kaidah fiqih yang membedakan porsi ibadah antara laki-laki dan perempuan. Mereka berpendapat bahwa perbedaan jumlah hewan aqiqah mencerminkan perbedaan tanggung jawab dan peran sosial laki-laki dan perempuan pada masa Rasulullah SAW. Namun, perlu ditekankan bahwa perbedaan ini bukan berarti merendahkan harkat dan martabat perempuan.
Mereka juga sering menyinggung aspek ekonomi. Pada masa Rasulullah SAW, ketersediaan kambing mungkin terbatas, sehingga perbedaan jumlah hewan qurban dan aqiqah dapat dimaklumi. Dengan demikian, aqiqah satu kambing untuk anak perempuan dianggap lebih realistis dan sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat pada saat itu dan mungkin juga di masa sekarang, khususnya bagi keluarga yang kurang mampu.
4. Argumentasi Pendukung Aqiqah Anak Perempuan Dua Kambing
Pendukung pendapat aqiqah anak perempuan dua kambing mengutamakan prinsip kesetaraan gender. Mereka berpendapat bahwa tidak ada dalil yang secara eksplisit menyebutkan perbedaan jumlah hewan aqiqah berdasarkan jenis kelamin. Mereka beranggapan bahwa perbedaan yang terjadi hanya interpretasi dari hadits-hadits yang ada, yang mungkin dipengaruhi oleh konteks sosial budaya masa lalu.
Mereka menonjolkan aspek kesyukuran sebagai tujuan utama aqiqah. Kesyukuran atas kelahiran anak perempuan sama nilainya dengan kesyukuran atas kelahiran anak laki-laki, sehingga jumlah hewan yang disembelih seharusnya sama. Mereka juga menekankan bahwa aqiqah merupakan ibadah yang bersifat sunnah muakkadah, sehingga melaksanakannya dengan sebaik-baiknya adalah yang paling utama. Dengan demikian, menyembelih dua ekor kambing untuk anak perempuan menjadi pilihan yang lebih sempurna.
5. Implementasi dan Relevansi Kontemporer
Perbedaan pendapat ini tidak seharusnya menyebabkan perdebatan yang berkepanjangan dan menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Yang terpenting adalah niat dan pelaksanaan aqiqah sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT. Bagi yang mampu, menyembelih dua ekor kambing untuk anak perempuan adalah lebih utama, mengingat kesempurnaan dalam melaksanakan sunnah. Namun, bagi yang kurang mampu, menyembelih satu ekor kambing pun sudah sah dan tetap mendapatkan pahala.
Penting untuk mengingat bahwa aspek niat dan keikhlasan merupakan faktor paling penting dalam menjalankan ibadah. Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai jumlah hewan yang disembelih, tujuan utama aqiqah tetaplah untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran anak dan memohon berkah bagi anak tersebut. Oleh karena itu, lebih baik untuk fokus pada pelaksanaan aqiqah sesuai kemampuan dan kondisi masing-masing, daripada terjebak dalam perdebatan mengenai jumlah hewan yang disembelih.
6. Kesimpulan Alternatif (Menggantikan Kesimpulan): Menyeimbangkan Hukum dan Praktik
Diskusi mengenai hukum aqiqah anak perempuan dua kali menunjukkan kompleksitas interpretasi hukum Islam dalam konteks modern. Tidak ada satu jawaban tunggal yang dapat memuaskan semua pihak. Lebih bijak untuk menekankan pada pendekatan yang menyeimbangkan aspek hukum (dalil naqli dan kaidah fiqih) dengan aspek praktik (kemampuan ekonomi dan keadilan sosial). Toleransi dan pemahaman terhadap perbedaan pendapat merupakan kunci untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam. Yang terpenting adalah pelaksanaan aqiqah dilakukan dengan penuh keikhlasan dan niat yang tulus kepada Allah SWT. Memilih antara satu atau dua kambing, dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi, tidak akan mengurangi pahala aqiqah itu sendiri.