Aqiqah: Ibadah Syukur atas Karunia Kelahiran Anak

Siti Hartinah

Aqiqah, dalam ajaran Islam, merupakan ibadah sunnah muakkadah yang sarat makna dan nilai spiritual. Ia bukanlah sekadar menyembelih hewan, melainkan sebuah ritual yang berkaitan erat dengan peristiwa kelahiran seorang anak. Praktik ini telah diwariskan turun-temurun dan dipraktikkan oleh umat muslim di seluruh dunia, dengan berbagai macam adat dan tradisi yang mewarnai pelaksanaannya. Pemahaman yang komprehensif tentang aqiqah memerlukan pengkajian mendalam dari berbagai sumber, termasuk Al-Quran, hadits, dan pendapat para ulama. Artikel ini akan membahas secara detail aspek-aspek penting dari aqiqah sebagai ibadah yang berkaitan erat dengan peristiwa kelahiran.

1. Hukum Aqiqah dan Dalil-Dalilnya

Hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah, yang berarti sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan. Keutamaan dan anjuran untuk melaksanakan aqiqah terlihat jelas dalam berbagai hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang paling sering dikutip adalah hadits riwayat Ahmad dan An-Nasai dari Ibnu Abbas RA yang berbunyi: "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur rambutnya." (HR. Ahmad dan An-Nasai). Hadits ini menunjukkan pentingnya melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh kelahiran, disertai dengan pemberian nama dan cukur rambut.

Hadits lain yang menunjukkan keutamaan aqiqah adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ummu Salamah RA yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih untuknya pada hari ketujuh, dan diberi nama, dan dicukur rambut kepalanya." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Meskipun redaksi hadits sedikit berbeda, namun inti pesannya tetap sama, yaitu anjuran untuk melaksanakan aqiqah.

Perbedaan redaksi hadits ini menunjukkan bahwa pelaksanaan aqiqah dapat dilakukan pada hari ketujuh, namun tidak dibatasi hanya pada hari tersebut. Para ulama memberikan kelonggaran dalam hal waktu pelaksanaan aqiqah, asalkan dilakukan sesegera mungkin setelah kelahiran anak. Bahkan, aqiqah masih dapat dilakukan meskipun anak tersebut sudah beranjak dewasa. Namun, tentu saja, semakin cepat aqiqah dilakukan, akan semakin baik.

2. Hewan Kurban dan Tata Cara Penyembelihan

Hewan yang digunakan untuk aqiqah adalah kambing atau domba. Untuk anak laki-laki, dianjurkan menyembelih dua ekor kambing atau domba, sedangkan untuk anak perempuan satu ekor. Ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi yang diriwayatkan dari Ummul Mukminin Aisyah RA, bahwa Nabi SAW bersabda: "Barangsiapa yang mampu untuk melakukan aqiqah untuk anaknya, hendaklah ia melakukannya. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Proses penyembelihan hewan aqiqah harus sesuai dengan syariat Islam. Hewan harus sehat, tidak cacat, dan disembelih dengan cara yang benar, yaitu dengan menyebut nama Allah SWT dan membaca tasmiyah (Bismillahirrahmanirrahim). Daging aqiqah kemudian dibagikan kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan orang-orang miskin. Sebagian daging aqiqah juga dapat disimpan untuk konsumsi keluarga. Pembagian daging aqiqah ini merupakan bagian penting dari ibadah aqiqah, yang mencerminkan rasa syukur dan kepedulian kepada sesama.

Pemilihan hewan aqiqah juga perlu memperhatikan beberapa aspek, seperti usia dan kondisi kesehatan hewan. Hewan yang dipilih harus sehat, tidak cacat, dan cukup umur untuk disembelih. Hal ini bertujuan untuk memastikan kualitas daging yang akan dibagikan dan menjaga kesucian ibadah aqiqah.

3. Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Meskipun hadits menyebutkan hari ketujuh sebagai waktu yang utama untuk melaksanakan aqiqah, namun para ulama memberikan kelonggaran jika aqiqah tidak dapat dilakukan pada hari tersebut. Aqiqah dapat dilakukan setelah hari ketujuh, bahkan hingga anak tersebut dewasa. Namun, semakin cepat aqiqah dilakukan, akan semakin baik. Hal ini dikarenakan aqiqah merupakan bentuk syukur atas karunia Allah SWT berupa kelahiran anak yang sehat dan selamat.

Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai waktu pelaksanaan aqiqah. Sebagian ulama berpendapat bahwa aqiqah harus dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Namun, sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa aqiqah dapat dilakukan pada hari ke-14 atau ke-21, jika terdapat halangan pada hari ketujuh. Yang terpenting adalah niat dan kesungguhan dalam melaksanakan ibadah aqiqah.

4. Hikmah dan Tujuan Aqiqah

Aqiqah memiliki berbagai hikmah dan tujuan, antara lain sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas karunia kelahiran anak yang sehat dan selamat. Dengan melaksanakan aqiqah, orang tua menunjukkan rasa syukur mereka kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan. Selain itu, aqiqah juga sebagai bentuk rasa syukur atas karunia anak yang telah diberikan.

Aqiqah juga bertujuan untuk membersihkan anak dari dosa-dosa bawaan lahir. Meskipun konsep dosa bawaan lahir (original sin) tidak terdapat dalam ajaran Islam, aqiqah dapat diartikan sebagai bentuk pembersihan simbolik bagi anak dari segala hal negatif yang mungkin menempel padanya sejak lahir. Pemberian nama dan cukur rambut juga merupakan bagian dari ritual ini yang menjadi simbol perubahan dari masa bayi menuju masa kanak-kanak.

Aqiqah juga sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi. Dengan mengundang keluarga, kerabat, dan tetangga untuk hadir dalam acara aqiqah, orang tua dapat mempererat tali silaturahmi dan memperkenalkan anggota keluarga baru kepada lingkungan sekitar. Hal ini dapat memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan rasa kebersamaan dalam masyarakat.

5. Tata Cara Pembagian Daging Aqiqah

Setelah hewan aqiqah disembelih, dagingnya harus dibagikan kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan orang-orang miskin. Pembagian daging aqiqah ini merupakan bagian penting dari ibadah aqiqah, yang mencerminkan rasa syukur dan kepedulian kepada sesama. Rasulullah SAW menganjurkan agar daging aqiqah dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah daging yang harus dibagikan kepada masing-masing orang. Namun, yang terpenting adalah daging aqiqah dibagikan secara adil dan merata kepada mereka yang berhak menerimanya. Pembagian daging aqiqah dapat dilakukan secara langsung atau melalui perantara, seperti lembaga sosial atau badan amal. Yang paling penting adalah niat untuk berbagi dan berbagi dengan ikhlas.

6. Aqiqah dalam Berbagai Tradisi dan Budaya

Praktik aqiqah telah berkembang di berbagai belahan dunia, dengan berbagai macam adat dan tradisi yang mewarnai pelaksanaannya. Di Indonesia misalnya, pelaksanaan aqiqah sangat beragam, tergantung pada latar belakang suku dan budaya masing-masing. Terdapat perbedaan dalam hal tata cara penyembelihan, waktu pelaksanaan, dan cara pembagian daging aqiqah. Namun, esensi dari aqiqah tetap sama, yaitu sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas karunia kelahiran anak yang sehat dan selamat.

Meskipun terdapat perbedaan tradisi dalam pelaksanaan aqiqah, namun hal ini tidak mengurangi kesahihan ibadah aqiqah tersebut, selama tetap berpedoman pada ajaran Islam yang benar. Keberagaman tradisi dalam pelaksanaan aqiqah justru menunjukkan kekayaan dan keindahan budaya Islam di berbagai penjuru dunia. Yang penting adalah niat yang tulus dan ikhlas dalam melaksanakan ibadah aqiqah. Dengan demikian, aqiqah akan menjadi ibadah yang bermakna dan penuh berkah.

Also Read

Bagikan:

Tags